Kesurupan Agama

Karya : Abdul Muiz

Seperti biasanya, pada jam istirahat aku menghabiskan waktu di warkop langgananku yang berada di seberang masjid. Setiap hari Jumat pasti terdengar suara khutbah sampai ke tempat yang aku duduki. Khutbah Jumat kali ini pembahasannya tentang bencana di Indonesia yang dikaitkan dengan pemimpin di negeri ini.

Kemudian disambung dengan pernyataan bahwa harus pintar dalam memilih pemimpin. Sepertinya aku mencium bau-bau kampanye di dalam masjid tersebut. Yasudahlah, aku tidak peduli. Kalau pun yang diunggulkan dalam khutbah tersebut berhasil menjadi pemimpin, ia tidak akan mampu memberikan tiket gratis ke surga untukku.

Minggu ini orang yang keluar dari masjid terlihat lebih ramai dibandingkan dengan minggu pertama. Lalu aku bertanya pada Pak Agus si pemilik warkop.

“Pak, kok tumben yang sholat Jumat banyak?”

“Kan sekarang tanggal tua Mas, jadi orang lebih memilih meluangkan waktu untuk sholat Jumat, daripada harus nongkrong di warung.” Ujar Pak Agus sambil tertawa.

“Tapi banyak juga bos yang sholat Jumat, Pak” aku menyela.

“Mungkin para bos mau berdoa, supaya bisnisnya tidak mengalami kebangkrutan.” tandas Pak Agus dengan wajah datar. Aku dan para pembeli lainnya pun tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Pak Agus.

Tiba-tiba ada dua pemuda mendatangi warkop Pak Agus, lalu mereka melempar pertanyaan padaku.

“Kenapa kamu setiap Jumat nongkrong disini?”

“Hak semua orang untuk nongkrong disini, Bro.” Pak Agus menanggapi.

“Kan sekarang hari Jumat, seharusnya kalian sholat.”

“Saya sholat Jumat kok, tapi jarang-jarang.” sahut pemuda di sebelahku.

“Tidak boleh begitu Mas, harus rajin.”

“Kalo setiap hari bukan sholat Jumat, Mas, namanya. Kan hari Jumat jarang, seminggu sekali.” Lagi-lagi pembeli di warkop tersebut tertawa.

Kedua pemuda tersebut terlihat sangat kesal dan bergegas untuk meninggalkan warkop.

“Sudahlah Mas, ibadah itu gampang, yang susah itu tidak mengatakan saya sudah ibadah.” sahutku.

“Dasar kafir.” tandas salah satu pemuda seraya berjalan.

Pak Agus berusaha mengejar pemuda itu, tapi aku menghadangnya.

“Sudah Pak Agus, biarkan saja. Aku adalah apa yang mereka pikirkan.”

“Tapi, jangan seenaknya mengkafirkan orang begitu dong!” jawab Pak Agus yang masih emosi.

“Tidak apa-apa Pak, masalah kafir gampang. Nanti sampai tempat kerja saya baca syahadat, masuk islam lagi deh, Pak.”

 

Editor : Putri

Sumber foto :https://www.minumkopi.com/kopi-rokok-dan-batik-di-lasem

Add a Comment